Minggu, 09 Juli 2017

Udah Hamil?

Dulu, sebelum gue nikah pertanyaan yang paling gue benci adalah kapan lulus dan kapan nikah. Sekarang akhirnya gue nikah, tapi gue belum lulus. Ya, setidaknya meskipun gue belum lulus tapi gue udah nikah, itu artinya pertanyaan kapan nikah udah mulai berkurang bahkan nyaris nggak ada lahi orang yang nanyain gue perihal kelulusan dan kuliah selain keliarga dekat dan orang tua gue. Meskipun begitu, ada pertanyaan baru yang membuat gue nggak enak hati yaitu pertanyaan "UDAH HAMIL BELUM." Gue nggak pernah menyangka sebelumnya bahwa pertanyaan semacam itu cukup MENYAKITKAN. gue kira setelah menikah gue akan terbebas dari pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dan memang, awalnya gue santai menanggapi pertanyaan UDAH HAMIL BELUM, tapi seiring berjalannya waktu gue mulai risih dengan pertanyaan itu. Apalahi beberapa minggu yang lalu adalah lebaran dan gue melewati moment itu mau nggak mau bersama dengan keluarga besar. Kebayang kan apa yang pasti mereka tanyakan pada sepasang pengantin baru macem gue dan suami? Yap.. Bener banget.. Hampir aemua dari mereka menanyakan apakah GUE SUDAGlH HAMIL ATAU BELUM. Hmmm.. Cara mereka menyampaikan pertanyaan itu juga bermacam-macam, ada yang enak didengar, ada yang terkesan empati, ada pula, bahkan lebih dari 1 yang menurut gue NYELEKIT. Sebenarnya gue dan suami memang belum melakukan program hamil, kami berdua bersepakat untuk fokus menjalani rumah tangga berdua dulu, karena gue masih kuliah dan kami masih menjalani hubungan jarak jaih. Kami ketemunya juga sebulan sekali. Kebayangkan gimana kalo tiba-tiba perut gue melendung, mabok alias muntah-muntah, emosi nggak kekontrol, ngidam/ pengen makanan yang aneh-aneh sendirian tanpa ad suami di samping gue? Temen sih ada, tapi kan mereka juga kuliah, gak bisa stand by 24 jam ngeladenin gue. Suami juga sebenarbya nggak bisa sih, tapi.setidaknya kalau kota berdekatan dan gue melihat muka orang yang gue cinta (tsaah lebaaaayyy) itu setiap hari kan gue jadi tenang, kemungkinan emosi dan ngidam gue juga nggak aneh-aneh (eaaa sok tahu hahahaha). Kira - kira begitulah.. Heu heu heu. Namun semua berubah, baik-baiknya gue dan suami menanggapi pertanyaan semacam itu sudah tidak baik-baik lagi tepat di umur pernikahan gue yang kesembilan bulan. Tepat di sembilan bulan usia pernikahan kami, kami berdua mulai BAPER (BAWA PERASAAN) drngan segala pertanyaan seputar anak, suami gue mulai baper ngeliat anak bayi, foto temannya yang gendong anak, ibu hamil, bahkan doi mulai baper dengan kakaknya sendiri karena kakanya suami gue itu udah punya anak, cowok pula, goal nya suami gue banget. Kadang juga suami gue mulai ngode-ngode ue bahwa doi pengeeeen banget punya anak. Gue sih PURA-PURA  santai aja, gue nggak mau ikutan terlihat baper karena gue takut suami gue malah semakin baper lalu mengasihani gue. Namanya juga suami, setiap suami pasti ingin melihat istrinya bahagia dong, makanya gue pura-pura  nggak baper aja, malah gue suka pura-pura belom pengin punya anak. But, you knowlah.. Itu semua hanya sebuah SANDIWARA, pada kenyataannya gue juga BAPER BANGET ngeliat foto bayi, jgeliat ibu hamil, keluarga kecil yang punya bayi, dan lain-lain seputar ibu dan anak. Sebagai wanita normal gue pengin bangetbhamil dan punya anak. Terkadang, eh bukan terkadang juga sih, lebih tepatnya SERING KALI gue merasa galau, resah, bingung, GUE HARUS GIMANA? Di satu sisi gue masih pengin fokus dengan kuliah gue yang udah telat lulusnya. Gilanya, gue belum mulai nulis proposal. Gila nggak? Sementara adik tingkat gue udah lulus.. Heu heu heu... Hikss... Hastag akurapopo. Ahhaaha... Selain itu, gue juga sebenarnya masih pengin manja-manjaan sama suami gue, ngerasain pacaran dengan doi, fokus adaptasi, mempersiapkan finansial untuk anak, dan lain-lain. Secaravya, gue dan suami menikah melalui proses ta'aruf. Gue dulu nggak kenal doi siapa, seperti apa, bagaimana karakternya, dll. Sampai akhirnya takdir mempertemukan kami, lalu kami berteman dalam waktu yang sangat singkat lalu MENIKAH. WOW.. GILE YE.. jadinya wajar kan, kalau gue masih pengen puas-puasin dulu berdua sama doi, secara dulu kan gue jomblo akit.. Hahahah sekalinya deket sama cowok juga nggak  pacaran, sebatas ber-ta'aruf aja dan berteman tapi sayang, heheh. Makanya kenaoa gue pengin nikah muda, salah satu alasannya adalah supaya gue bisa pacaran secara bebas tanpa waswas, bisa merasakan romance ala ala drama Korea yang sering banget gue tonton sehingga gue menjadi jomblo akut  baperan. Di sisi lain omongan orang-orang yang nyelekit itu bikin gue jadi pengeeeeeeeen banget punya anak, kasihan juga suami gue yang sepertinya mulai baper. Gue harus gimana? Gue bingung. Hmm.. Aoakah mulai saat ini gue harus mengonsumsi makanan sehat dan melakukan program hamil dengan suami? Tapi, apa gue udah siap untuk jadi ibu? Kadang gue suka mikir dan bertanya-tanya, "Akan jadi ibu seperti apakah gue nanti? Apakah gue sudah pantas untuk dititpkan anak oleh sang pencipta?" Bukannya apa ya, tapi gue kan sadar diri, gue nih masih kayak ababil banget. Sifat gue jauh berbeda dengan usia gue, umur sih udah 24, tapi ttingkah laku gue masih kayak anak umur 15 tahun kali.

Sabtu, 17 Juni 2017

ADAPTASI

Sejak nikah gue nggak lagi tinggal bareng Ibu kandung gue, gue justeru lebih banyak berbaur dan hidup bersama mertua, ipar, dan keluarga dari pihak suami. Rasanya gimana? Yaa gini.. Dibilang nggak nyaman tapi gue nyaman2 aja karena mereka baik. Dibilang nyaman, juga nggak karena gue orang baru, jujur gue merasa asing. Di keluarga ini gue belum bisa jadi diri gue sendiri. Gue masih kaku, diam, diam, dan diam. Entah kenapa gue ngerasa asing, belum bisa jadi diri sendiri, pokony awkward banget lah. Gue juga bingung harus gimana. Kalau gue terlalu berusaha untuk mengambil hati, jatuhnya jadi semacam menjilat atau carmuk, dan gue nggak suka itu. Gue lebih nyaman apa adanya, ya beginilah gue. Bodo amat deh mau dianggap gimana, yang jelas gue memang masih kerasa asing dan gue hanya bisa diam, kalaupun berkomunikasi ya hanya sekadarnya aja.

Yaa beginilah menikah. Salah satu tantangan dalam pernikahan adalah ADAPTASI dengan keluarga suami. Menurut gue fase ini susah2 gampang. Seb3lum menikah hue adalah orang yang dikenal mudah beradaptasi dan supel. Itu sih kata temean2 gue. Ya mingkin ada benarnya. Dulu, gue suka bertemu dengan orang2 baru, gue seneng aja kalau punya kenalan baru, tapi setelah menikah, semua berubah. Gue jadi takit bertemu orang baru. Gue merasa canggung, kikuk, asing, dan sungkan. Gue sendiri juga nggak tau kenapa. Setiap gue ketemu keluarga atau teman suami gue, gue merasakan hal itu. Berbeda ketika gue bertemu dengan  orang lain selain lingkaran itu, gue masih tetap bisa  merasa nyaman.

Mereka baik, asik, tapi kenapa gue masih merasa asibg? Ya gue juga nggak tahu. Mungkin memang fasenya seperti ini dan gue haruselewatinya dengan baik. Entah sampai kapan gue merasakan keasingan ini. Gue harap seiring berjalannya waktu rasa kikuk, canvgung, dan asibg itu hilang. Semoga.